Menurut para ahli, istilah penyebutan Kelenteng/klenteng
adalah istilah asli Indonesia, di negara lain seperti Malaysia, Singapura,
Filipina, Taiwan bahkan Tiongkok (RRC) sekalipun tidak dikenal adanya istilah
Kelenteng. Istilah Kelenteng erat hubungannya kebiasaan atau karakteristik
masyarakat kita untuk menyebut sesuatu bertalian dengan suara (bunyi), karena
ketika diselenggarakan upacara sembayang besar selalu dibunyikan Genta yang
berbunyi Teng atau Ting. (Lihat kamus umum bahasa Indonesia, Wjs Poerwadarminta).
Klenteng sendiri memiliki perkembangan yang sudah lama, asal
muasal pada jaman dahulu, dari jaman Nabi Fu Xie (2953-2838 SM), Nabi Di Yao
(2357-2255 SM), Nabi Shun dari Negeri Yu (2255-2205 SM), Nabi Gao Yao, Nabi Yi
Yin, Nabi Zhou Gong Dan dan lain-lain sampai pada Nabi Agung Kong Zi (551-479
SM), belum dikenal istilah Kelenteng, dahulu yang dikenal adalah Miao (Altar
Kuil Leluhur), She (Altar Malaikat Bumi). Sekarang disebut Du Di Gong atau Hok
Tek Zheng Shen dan Jiao (Bangunan Ibadah untuk bersujud kepada Tian, Tuhan Yang
Maha Esa). (Terdapat dalam Su Jing/Kitab
Dokumen Sejarah Suci Agama Khonghucu).
Ketiga istilah ini, seiring perjalanan zaman tentunya
mengalami derivatif makna dan fungsi, namun demikian asal muasal dan pengertian
dasarnya tetap eksis, agar tidak bergeser pada kebenaran yang sebenarnya.
Secara fisik dari sejak dulu telah ada sebutan untuk
membedakan kuil-kuil yang ada, diantaranya :
GONG artinya : bangunannya megah (besar), dibangun oleh
Raja/Pejabat (Pembesar), dengan makna dan fungsi yang lebih luas.
Ci artinya : Dibangun oleh masyarakat (kaum/marga) lebih
untuk menghormati leluhur.
Sementara MIAO tetap dipergunakan sebagai tempat
ibadah/sembahyang yang baku.
Seiring perkembangan zaman, makna dan fungsi mengalami
perubahan, dan nama kuilpun mengikuti perkembangan sesuai dengan macam dan
jenis, diantaranya :
YUAN : Bangunan yang bila ada pelajaran/taman baca/taman
komunikasi sosial.
TANG : Bangunan yang bila ada fungsi pelayanan
rohani/keagamaan, upacara/ritual.
TING : Bangunan yang bila berfungsi sebagai pendopo/kediaman
tempat pemujaan.
AN : Bangunan yang bila berfungsi sebagai tempat pengasingan,
menenangkan, hening.
GUAN : Bangunan yang bila lebih sebagai sarana
umum/kemasyarakatan.
(Widya Karya, edisi khusus tahun 2001).
Pada zaman Dinasty TANG (618-905 M), saat itu ada klasifikasi
yang lebih terarah yaitu :
- Bagi Ru Jiao (Agama Khonghucu), yang berdasarkan Di dan Zu
(Leluhur), maka sebutan tempat ibadahnya adalah MIAO dan CI.
- Bagi Dao Jiao (Agama Dao), yang lebih tinggi derajat
bangunannya dinamakan GONG dan yang lebih rendah/dibawahnya dinamakan GUAN.
- Bagi Shi Jiao (Agama Buddha) yaitu untuk Paderi Laki (Hwe
Sio) disebut Si dan untuk pendeta wanita (Ni Khu) disebut AN.
Bangunan ibadah sering dikategorikan berdasarkan fungsi dan
maknanya, misalnya :
- Untuk Shen Ming (para Roh Suci), bila menunjuk satu
(sebagai Pendopo/tempat kediaman) disebut TING.
- Untuk Shen Ming (para roh suci), bila banyak, maka
cenderung memakai nama YUAN.
Mohon maaf , Apakah disini juga menjual perlengkapan sembahyang ?
ReplyDeletetidak koh ff aditya, saya tidak jual perlengkapan sembahyang, saya hanya penulis dan pemerhati kelenteng
Delete