HWIE ING KIONG - MADIUN
Kelenteng
Hwie Ing Kiong merupakan kelenteng dengan pujaan utama YM Mak Zu Thian Shang
Sheng Mu, cukup banyak altar yang ada didalam kelenteng ini, terdapat bangunan
pagoda 3 tingkat yang sangat indah, didalamnya terdapat altar dengan tiga
tingkatan yang paling atas adalah Yu Huang Da Di, ditengah Maitreya, sedang di
bawah adalah Tee Cong Ong Pu Sa.
Selain
sangat luas, pada saat disana banyak sekali muda-mudinya hal ini sangat
membangakan untuk kedepannya, generasi muda ini menjadi tongak penerus di
kelenteng Hwie Ing Kiong
pagoda 3 lantai dengan pilar naga dan kura-kura |
Sejarah Kelenteng Hwie Ing Kiong Madiun
Tempo doeloe Jalan HOS Cokroaminoto Madiun sudah
menjadi kawasan yang ramai. Wilayah ini merupakan jantung ekonomi masyarakat
baik dulu maupun sekarang. Sisa-sisa bangunan kuno yang menunjukkan bahwa
daerah tersebut merupakan kawasan pedagang Tionghoa masih dapat ditemui meski
yang bisa ditemui hanya beberapa saja. Salah satunya adalah tempat ibadah bagi
pemeluk Tri Dharma yang bernama Kelenteng Hwie Ing Kiong.
Kelenteng
ini terletak di Jalan HOS Cokroaminoto No. 63 Kelurahan Kejuron, Kecamatan
Taman, Kota Madiun, Provinsi Jawa Timur, atau tepat berada di depan SMPN 6
Madiun.
Pada
zaman dulu, ada seorang tokoh Tionghoa yang ingin membangun sebuah tempat
ibadah. Mereka adalah Tan Bik Swat bersama kawan-kawan lainnya. Karena belum
mendapatkan lokasi yang tepat, awalnya Kelenteng pemujaan yang sangat sederhana
didirikan di sebelah barat Sungai Madiun, terletak di samping jembatan sebelah
barat. Mereka membawa patung Ma Zu Thien Shang Shen Mu setinggi 97 sentimeter
langsung dari Tiongkok guna disembahyangi di Kelenteng tersebut.
Lalu,
mereka berusaha lagi untuk mencari sebidang tanah guna mendirikan tempat ibadah
yang lebih luas dan representatif. Kisah ini bermula, pada tahun 1887 didapati
seorang istri Residen Belanda yang ditunjuk sebagai penguasa tertinggi wilayah
Madiun saat itu, sedang menderita suatu penyakit yang cukup serius. Semua
dokter Belanda yang bertugas di Jawa menyarankan agar istri Residen Belanda
dibawa pulang ke Negeri Belanda guna mendapatkan perawatan yang intensif di
sana. Saran tersebut membuat Residen pusing tujuh keliling lantaran jaraknya
yang begitu jauh dengan kondisi transportasi yang ada ketika itu tentunya
memerlukan waktu yang cukup lama untuk sampai di sana
Di
saat galau tersebut, datanglah seorang teman Sang Residen, Kapiten Liem Koen
Tie. Dia adalah pemimpin masyarakat Tionghoa yang ada di Madiun. Kapiten Liem
Koen Tie menawarkan untuk mencoba menyembuhkan penyakit istri Residen Belanda
dengan ramuan obat tradisional yang didapat dari kumpulan resep obat Ma Zu
Thien Shang Shen Mu melalui metode Djiam Sie dan Pak Pwee, semacam metode
penyembuhan melalui spiritual dengan bantuan sepasang bandul serta bilah bambu.
Alhasil, istri Residen Belanda bisa sembuh.
Oleh
karenanya sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih Sang Residen Belanda,
kemudian beliau bersedia memberi kemudahan kepada perhimpunan masyarakat
Tionghoa saat itu untuk mendapatkan tanah di tengah kota seluas kurang lebih
satu hektar guna pembangunan Kelenteng yang lebih layak.
Setelah
tanah berhasil dibeli, lantas dimulailah pembangunan Kelenteng tersebut pada
tahun 1887. Dana yang dipakai untuk membangun Kelenteng ini berasal dari
sumbangan masyarakat Tionghoa yang bermukim di Madiun kala itu. Seperti halnya
dengan Kelenteng megah lainnya yang ada di Jawa, pengerjaan dilakukan oleh para
arsitek yang didatangkan secara khusus dari Tiongkok, dan memakan waktu sekitar
10 tahun untuk menghasilkan bangunan Kelenteng yang megah, anggun, dan indah.
Setelah selesai, Kelenteng ini diberi nama Hwie Ing Kiong yang secara harafiah
memiliki makna “Istana Kesejahteraan.”
Pada
peresmian Kelenteng Hwie Ing Kiong pada tahun 1897, Sang Residen berkenan
mendanai pembuatan tiang-tiang penyangga utama Kelenteng serta menghibahkan
pula sejumlah keramik asli dari Negeri Belanda yang ditempatkan di altar Ma Zu
Thien Shang Shen Mu, altar Dewa Gay Chiang Shen Ong, dan altar Dewa Guan Ze Zun
Wang.
Seiring
perkembangan zaman, Kelenteng ini terus diperluas dan dimajukan bangunannya
hingga berbentuk seperti sekarang ini. Di bagian depan dibangun 4 pilar dengan
ukiran naga, dan di belakang didirikan pagoda berlantai empat. Sebelum di
bangun pagoda, di belakang Kelenteng ini menjadi tempat magersari bagi masyarakat Tionghoa di sana, sehingga tampak kumuh.
Lalu,
di samping kiri dan kanan bangunan utama Kelenteng ini dibangun gedung untuk
kantor dan sebagai balai pertemuan yang cukup luas. Balai pertemuan tersebut
memberikan pemasukan bagi yayasan pengelola tempat ibadah ini.
berikut foto-foto kelenteng Hwie Ing Kiong Madiun
kunjungan pengurus Tik Liong Tian |