Festival Musim Gugur
Festival Musim Gugur
atau biasa disebut Moon Cakes Festival (festival kue bulan)
Kue Bulan sebagai makanan tetap perayaan Festival Musim Gugur
Hanzi tradisional: 中秋節
Hanzi sederhana: 中秋节
Festival Musim Gugur (Hanzi tradisional: 中秋節; bahasa
Tionghoa: 中秋节; Pinyin: Zhongqiu Jie; Hokkien=Tiong
ciu) atau juga dikenal dengan nama Festival Kue Bulan merupakan hari raya panen
dan salah satu festival terpenting di Republik Rakyat Tiongkok adapun perayaan
ini seperti perayaan musim-musim selalu dimaknai religius, selain ungkapan
syukur atas hasil panen juga ada makna yang lain yang dapat diambil dari cerita
hikayat chang e dan hou yi. perayaan ini jatuh pada hari ke lima belas bulan
delapan Kalender Tionghoa. Biasanya jatuh pada minggu kedua September sampai
minggu kedua Oktober kalender umum.
Festival Musim Gugur dimulai sekitar zaman Dinasti Xia dan
Shang (2000-1600 SM). Pada Dinasti Zhou rakyat merayakan dengan cara memuja
Bulan. Pada Dinasti Tang tradisi itu lebih jelas dan merakyat. Pada Dinasti
Song Selatan (1127-1279 M), orang mulai mengirimkan kue bulan pada rekan dan
famili sebagai simbol keutuhan keluarga. Pada malam hari mereka berjalan-jalan
keluar dan mengunjungi tepi danau menikmati bulan. Arti dari kue bulan yang bulat terkandung maksud 团圆 (Tuányuán) kumpulnya keluarga besar. kenapa dipilih tgl 15
bulan delapan karena pada saat tersebut posisi bulan sangat dekat dengan bumi
dan merupakan bulan purnama yang sempurna, bersinar sangat terang. dewata siapa
yang dituju dalam ritual ungkapan syurkur tidak lain adalah 土地公(TǔDì Gōng), karena beliau lah dipercaya panen raya pada hari itu melimpah,
jadi apabila dirumah maupun di kelenteng terdapat altar beliau saat yang tepat
untuk pai kamsia kepada nya. ( sumber Bpk. Lehman Cristanto)
Pada Dinasti Ming dan Dinasti Qing, tradisi ini menjadi lebih
populer. Muncul beberapa kebiasaan seperti menanam pohon musim gugur,
menyalahkan lentera dan Tari Naga. Tradisi yang paling utama yang sampai
sekarang masih ada adalah bersama keluarga menikmati bulan perak sambil
menikmati makanan dan ciu
Legenda Dewi Bulan
Legenda Dewi Bulan dan Pemanah Matahari
Jaman dahulu kala, di China hiduplah sepasang suami istri.
Sang istri bernama Chang ‘E dan suaminya bernama Hou Yi. Kehidupan mereka
berubah ketika suatu hari, sepuluh matahari - yang berupa sepuluh ekor burung
api yang seharusnya muncul bergantian di langit – tiba-tiba muncul bersamaan,
menyebabkan bencana ke bumi. Kekeringan dan kemarau panjang melanda. Hou Yi,
seorang pemanah ulung, dengan panah pusakanya berhasil memanah sembilan dari
sepuluh matahari itu, menyisakan satu untuk menunjang kehidupan di bumi. Hou Yi
menjadi pahlawan dan seharusnya kisah ini berakhir bahagia. Seharusnya.
Berkat jasanya, sang Ratu Langit memberikan hadiah berupa dua
buah pil keabadian agar Hou Yi dan Chang ‘E bisa hidup abadi di istana langit.
Mereka memutuskan untuk sementara menyimpan pil itu dan menunggu saat yang
tepat untuk naik ke langit. Dengan bahagia, pasangan itu menanti hari baik
untuk bersama-sama menjadi sepasang Dewa.
Namun malang tak dapat dihindari. Ketika Hou Yi pergi untuk
berburu, seorang muridnya yang serakah mencuri pil keabadian tersebut agar dia
sendiri bisa menjadi Dewa. Chang ‘E memergoki perbuatannya dan merekapun
bergulat memperebutkan benda itu. Dalam kondisi panik, Chang ‘E terpaksa
menyembunyikan kedua pil itu di dalam mulutnya dan tanpa sengaja malah
menelannya.
Karena menelan dua buah pil keabadian sekaligus, tubuh Chang
‘E menjadi amat ringan. Begitu ringan hingga dia tak mampu lagi mempertahankan
kakinya agar tetap di tanah. Tubuh Chang ‘E melayang, lebih tinggi dari atap
rumah mereka, dan tak lama kemudian ketinggiannya sudah melampaui ujung pohon
tertinggi di hutan.
Tepat saat itulah Hou Yi pulang. Melihat istrinya melayang,
dia menyadari kalau Chang ‘E pastilah telah menelan kedua pil itu. Hou Yi marah
karena mengira sang istri telah mengkhianatinya. Dalam kemarahan, sang pahlawan
merentang busurnya, berniat memanah jatuh istrinya sendiri. Beruntung, pada
saat terakhir Hou Yi mengurungkan niatnya itu. Dengan hati hancur dia hanya
bisa terpaku memandangi sosok sang istri yang makin lama makin jauh.
Chang ‘E melayang di langit, makin tinggi dan tinggi, dan
baru mampu mendarat saat tiba di permukaan bulan yang dingin. Tak ada kehidupan
di sana. Chang ‘E yang malang hanya bisa menangis tanpa tahu cara pulang ke
bumi untuk menjelaskan semuanya pada sang suami. Sang Ratu Langit yang merasa
kasihan padanya membuatkan sebuah istana di bulan dan memberikan seekor kelinci
untuk menemani hari-hari Chang ‘E yang sepi. Chang ‘E pun menjadi Dewi Bulan.
Di bumi, Hou Yi akhirnya tahu kalau Chang ‘E tak bersalah.
Sang murid durhaka mendapat hukuman berat, tapi hanya itu yang dapat
dilakukannya. Tak mungkin dia bisa bertemu lagi dengan istrinya yang sudah
menjadi Dewi. Tak ada lagi pil keabadian. Dunia mereka sudah berbeda. Yang bisa
dilakukan Hou Yi hanya menunggu, berharap suatu saat Chang ‘E akan turun ke
bumi mengunjunginya. Maka sejak saat itu, tiap tanggal lima belas bulan ke
delapan – hari saat Chang ‘E naik ke langit – Hou Yi menyiapkan kue dan makanan
kesukaan sang istri, berharap saat melihat kue itu Chang E akan teringat
padanya dan bersedia turun dari istananya di bulan.
Menunggu dan menunggu. Tahun demi tahun berlalu, Hou Yi pun
menjadi tua dan akhirnya meninggal dalam kesendirian. Masyarakat sekitar yang
kasihan pada nasib malang pahlawan mereka meneruskan kebiasaan Hou Yi, memberi
persembahan pada Dewi Bulan tiap tanggal lima belas bulan ke delapan. Itulah
asal usul Festival Pertengahan Musim Gugur.
Bila pasangan Gadis Penenun dan Pemuda Penggembala bisa bertemu
setahun sekali, seumur hidupnya Hou Yi tak bisa lagi bertemu dengan Chang ‘E.
Barulah setelah dia meninggal, Kaisar Langit mengangkat jiwa sang pahlawan
menjadi Dewa Matahari dan dengan demikian dia bisa berjumpa kembali dengan
istrinya di Istana Bulan.
Kebiasaan diatas berkembang dan dipakai Dinasti Ming, yang dikaitkan dengan
pemberontakan heroik Zhu Yuan Zhang memimpin para petani Han melawan pemerintah
Mongol. Pada saat itu rakyat Han menentang pemerintahan Mongol dari Dinasti
Yuan, dan para pemberontak yang dipimpin sendiri oleh Zhu Yuan Zhang,
merencanakan untuk mengambil alih pemerintahan. Zhu Yuan Zhang bingung
memikirkan bagaimana cara menyatukan rakyat untuk memberontak pada hari yang
sama tanpa diketahui oleh pemerintah Mongol.
Salah seorang penasehat terpercaya nya akhirnya menemukan
sebuah ide. Sebuah berita disebarkan bahwa akan ada bencana besar yang akan
menimpa negeri Tiongkok dan hanya dengan memakan kue bulan yang dibagikan oleh
para pemberontak dapat mencegah bencana tersebut. Kue bulan tersebut hanya
dibagikan kepada rakyat Han, yang akan menemukan pesan “Revolusi pada tanggal
lima belas bulan delapan” pada saat membukanya.
Karena pemberitahuan itu, rakyat bersama-sama melakukan aksi
pada tanggal yang ditentukan untuk menggulingkan Dinasti Yuan. Dan sejak saat
itu kue bulan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Perayaan pertengahan
Musim Gugur. Namun sebenarnya, kue bulan telah ada tercatat dalam sejarah
paling awal pada zaman Dinasti Song (960-1279). Dari sini, kue bulan dipastikan
telah populer dan eksis jauh sebelum Dinasti Ming (1368-1644) berdiri.
Adapun yang lain dari perayaan festival Kue Bulan yang jatuh
setiap tanggal 15 bulan 8 juga dipercaya oleh rakyat tiongkok adalah sebagai
hari untuk memohon jodoh, dimana hari tersebut bertepatan dengan hari kebesaran
dari YUE XIA LAO REN月下老人 (dewaperjodohan) sehingga perayaannya banyak dihadiri oleh kaum muda mudi untuk
sembahyang memohon berkah perjodohan, mencari pasangan maupun berharap dapat
melangsungkan pernikahan di tahun tersebut.
di indonesia khususnya sekarang ini ada sebuah tradisi yang
sering dijalankan didalam kelenteng bertepatan dengan Zhongqiu Jie yaitu ada
istilah pia hoki (pinjam pia atau uang) dimana si pemohon melakukan sembahyang
serta pua pwee untuk meminjam pia hoki dari Dewata dikelenteng untuk
dikembalikan berlipat di tahun berikutnya, biasa si pemohon akan melipatkan
pengembaliaan dari 1 menjadi 2 dan seterusnya sampai mencapai su pwee, diyakini
semakin banyak semakin rejeki semakin besar ditahun yang akan datang, apa makna
dari tradisi ini?
tradisi ini bermakna selalu berpikiran positif (berlipat
naik, tidak ada yg turun rejeki) dan bentuk motifasi untuk bekerja lebih giat,
kehidupan manusia tidak bisa tanpa perjuangan tanpa semangat yang tinggi dalam
mencapai cita-cita, melalui tradisi ini lah umat kelenteng percaya dan yakin
rejeki harus terus naik, makanya tidak ada balikinnya tetap atau malah minus
berkurang nilainya, selalu berlipat.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete
ReplyDeleteAGEN JUDI TOGEL | BANDAR TOGEL TERPERCAYA | LIVE CASINO GAMES ONLINE
WWW.PANGERANMIMPI.LIVE
WWW.PANGERANMIMPI.ORG
WWW.PANGERANMIMPI.CLUB
WWW.PANGERAN88.NET merupakan situs untuk pencinta permainan togel online serta berbagai macam permainan Live Casino Games yang menarik disiarkan secara LIVE 24 jam. Dengan system enkripsi tingkat tinggi menjamin keamanan dan kerahasian data dari member-member kami.
Daftar dan bergabung bersama kami di PANGERANMIMPI - BANDAR TOGEL ONLINE TERPERCAYA.
BANDAR TOGEL ONLINE NOMOR 1
ReplyDeleteWWW.TOP1TOTO.COM
merupakan situs untuk pencinta permainan togel online serta berbagai macam permainan Live Casino Games yang menarik disiarkan secara LIVE 24 Jam.
Aman Dan Terpercaya serta Pelayanan Depo/WD Tercepat
Min Depo 20.000
Min WD 50.000
Whatsapp : +85517338789
Daftar dan bergabung bersama kami di
TOP1TOTO.VIP
TOP1TOGEL.COM
TOP1 TOTO.COM
TOP1JAYA.COM
JACKPOT
ReplyDeleteBANDAR TOGEL ONLINE NOMOR
WWW.KARTUTOTO.COM merupakan situs untuk pencinta permainan togel online serta berbagai macam permainan Live Casino Games yang menarik disiarkan secara LIVE 24 Jam.
Aman Dan Terpercaya serta Pelayanan Depo/WD Tercepat
Min Depo 20.000
Min WD 50.000
Whatsapp : +6282172887778
Daftar dan bergabung bersama kami di
WWW.KARTUTOTO.COM
SALAM JACKPOTT