Tuesday, October 23, 2018

About us


Hi salam sejahtera bagi kita semua, penulis atau pembuat blog ini mengucapkan banyak terima kasih kepada para pembaca yang telah bersedia mampir ke blog ini, kami juga sangat-sangat senang apabila pembaca dapat memberikan kritik & saran demi kemajuan blog ini.

Penulis meyakini bahwasannya kebudayaan dan tradisi didalam kelenteng senantiasa akan selalu ada dan menjadi keunikan tersendiri khususnya kelenteng Indonesia. Penulisan ulang dalam blog ini kami tujukan kepada generasi penerus kita, yang nanti nya membutuhkan beberapa pandangan tentang tradisi yang harus dilestarikan, dimana setelah beberapa tahun belakang ini seakan-akan ada beberapa benang terputus, sehingga pengetahuan kita tentang sejarah serta tradisi didalam kelenteng berangsur-angsur hilang.

Melalui blog ini pula penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada sumber-sumber referensi pustaka  antara lain :

  • Buku Pelajaran kedewaan klenteng edisi tahun 1997
  • Buku Peringatan 240 tahun klenteng Tay Kak Sie semarang
  • Buku Mengenal lebih dekat “T.I.T.D LING GWAN KIONG DAN SENG HONG BIO” SINGARAJA
  • Dewa dewi klenteng edisi kedua (Kwa Tong Hay), litbang PTITD Jawa tengah
  • Tiongkok Wise Stories Rita Lauw Fu
  • http:// www.id.wikipedia.org
  • http://dewa-dewi –klenteng.blogspot.com
  • http://www.fifoxiang.com
  • Ajahn Brahm "SUPERPOWER MINDFULNESS"
  • SEJARAH RUJIAO AGAMA KHONG HU CU "Xs. Buana Djaja B. S."
  • Buku Tridharma Indonesia (sam Kauw Hwee)
  • Petavatthu "Bodhi Karuna"
  • Buku "Kitab Suci Doa untuk malam bag 2" Xuan Men Re Shung Wan Ke
  • Journeys to The Underworld
  • Buku Merintis jalan menuju perbaikan Nasib
  • Mazu "Pelindung dan Pembimbingku"
  • Buku Riwayat singkat Tu Di Gong 
  • Karma & Nasib 4 nasihat Liao Fan
  • Ibu Sumber Kasih "Bhikkhu Wongsin Labhiko"
  • Buku Baik
  • Buku Sutra Bhakti Seorang Anak
  • KARMA "Handaka Vijjananda"
  • I CHING Wisdom Revealed "Vincent Koh"
  • Buddha Gotama "Handaka Vijjananda"
  • Buku Materi Musyawarah Nasional Perhimpunan Tempat Ibadat Tridharma Se-Indonesia 2006
  • Artikel TITD HOO TONG BIO "Paguyuban YM KONGCO TAN HU CIN JIN Jawa Bali"
  • Mengenal Tradisi dan Kepercayaan Tionghoa "Hendra Suarlim"
  • Kuan She Yin Cing
  • Buku Khotbah Sang Buddha Tentang "Ksitigarbha Bodhisattva"
  • Budi & Bakti "budinya orang tua & baktinya seorang anak"
  • Ajahn Brahm "Si Cacing dan kotoran kesayangannya ed1,2,3"
  • Chinese Auspicious Culture Book
  • Kisah-kisah dari 5000 tahun Sejarah China Jilid 1,2 "Liu Handa dan Cao Yuzhang"
  • Thai Shang Lao Jun Zhen Jing "Dr. I Djaja L. MSc 2011"
  • Tridharma "Selayang Pandang" D.S Marga Singgih
  • Buddhadharma Sebagai suatu Pendidikan "master Chin Kung"
  • Se Mien Fo " mengenal Sang Buddha Catur Muka"
  • Budi Pekerti seorang Murid  "Di Zi Gui"
  • Siu Tao "menuju kesempurnaan"
  • Kitab Suci Kwan Sing Tee Kun
  • 60 Dewa Thai Sui "Henny Wiantono S.E"
  • Kitab Suci Cing Wen
  • Kitab Suci "Sumber perasaan Nabi"
  • Riwayat Singkat Sam Poo Tay Djien "Peringatan berdirinya yayasan klenteng Sam Poo Kong 1937"
  • Boen Bio "Benteng terakhir umat Khonghucu" Shinta a Devi Isr
  • 108 Perumpamaan Dhamma "ajahn Chah
  • Dhammapada syair kebenaran "Ehipassiko Foundation"
  • Dao De Jing " The Wisdom of Lao Zi" Andri Wang
  • Buddha dan Bodhisatwa dalam agama Buddha Tiongkok "Kuan Ming"
  • Li Ji (catatan Kesusilaan) "MATAKIN"
  • Cao Fuk Miao "Kelenteng Pancaran Bahagia"
  • Buku Bao Sheng Da Di "cet Wu Xiu Lian & Huang Li Pin"
  • Spiritual Universal "Herman Utomo"
  • Jue Shi Zhen Jing handbook
  • Kapita Selekta  TRIDHARMA "Marga Singgih"
  • Ketika Anak Bertanya "Dharma K Widya"
  • Kitab Suci Giok Lek "Gan K.H"
  • Mazu Pelindung dan Pembimbingku "Klenteng Hok An Kiong Muntilan"
  • Aku Seorang Junzi "Yunita Gunawan & Lany Guito"


Sunday, October 21, 2018

Contact Us

Contact Us

Edi Suprapto, ST

Email Edigenteng@gmail.com
WA 081 937 649 555

Thursday, October 18, 2018

Apakah Buddha , Arahat, Bodhisattva sebuah tingkatan gelar atau seperti apa pemahamannya didalam Kelenteng


Apakah Buddha , Arahat, Bodhisattva sebuah tingkatan gelar atau seperti apa pemahamannya didalam Kelenteng

Sakyamuni Buddha
Terdapat perbedaan pandangan antara beberapa aliran besar Agama Buddha dalam menyikapi hal ini, akan tetapi disini kita tidak menginginkan perbedaan ini dibedah untuk mencari-cari permasalahan, akan tetapi sekali lagi didalam kelenteng Buddha menjadi satu dan hanya dipakai pandangan secara umum saja.

Berikut beberapa sumber yang kita rangkum secara sederhana sehingga pembaca blog ini lebih gampang untuk memahami apa itu Buddha, Arahat, dan Bodhisattva.

http://www.buddhistonline.com/tanya/td114.shtml
https://www.mail-archive.com/dharmajala@yahoogroups.com/msg04600.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Bodhisatwa
https://dhammacitta.org/buku/para-arahant-boddhisattva-dan-buddha.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_dua_puluh_delapan_Buddha
  
Seorang Buddha adalah mereka yang telah mencapai kesucian, dan ia juga disebut sebagai Arahat, dan sebelumnya pastilah mereka sebagai calon Buddha atau biasa disebut Bodhisattva.

KeBuddhaan adalah sifat-sifat dari ajaran Sang Buddha dimana Buddha adalah tujuan hidup, dan siapapun bisa menjadi seorang Buddha .

Dalam pengertian sehari-hari, orang yang telah mencapai kesucian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

Sammasambuddha
ia yang telah mencapai kesucian karena perjuangannya sendiri dan mampu mengajarkan Dhamma (Buddha Dhamma) sehingga orang lain mencapai kesucian yang sama. Kelompok pencapaian kesucian inilah, yang biasa hanya disebut sebagai Buddha.

Savakabuddha
adalah para murid Sammasambuddha, yang setelah mendengar pelajaran Beliau, mereka juga mencapai kesucian yang sama, dan mereka juga mampu mengajarkan Dhamma. Kelompok pencapaian inilah yang sering hanya disebut sebagai Arahat.

Paccekabuddha
adalah mereka yang melaksanakan Dhamma dan mencapai kesucian, namun tidak memiliki kemampuan untuk mengajarkan Dhamma kepada orang lain sehingga mencapai kesucian.
18 arahat

Persamaan Buddha dengan Arahat, yang sama adalah musnahnya kekotoran batin secara total.

Sedangkan perbedaannya:
  • Paramita yang dihimpun berbeda lamanya.
  • Ketika pertama kali Bodhisattva bertekad menjadi Buddha, ia telah memiliki potensi untuk menjadi Arahat.
  • Tanda istimewa tubuh fisiknya, untuk Buddha ada 32 tanda manusia agung.
  • Buddha sebagai penemu kembali Dhamma, sedangkan Arahat bukan menemukan kembali melainkan merealisasi ke-Arahatan dengan mengikuti ajaran Buddha yang ada.
  • Buddha pasti memiliki tevijja, sedangkan Arahat belum tentu memilikinya.
  • Buddha pasti sebagai manusia, sedangkan Arahat tidak harus manusia, bisa deva, bisa brahma.

dan masih banyak lagi perbedaannya.

Bodhisattva digambarkan sebagai
Guan Yin Bodhisattva

  1. Seorang Bodhisattva adalah calon Buddha.
  2. Seorang Bodhisattva berikrar untuk menjadi Buddha.
  3. Seorang Bodhisattva berjuang demi menguntungkan makhluk lainnya, atau menghapus penderitaan sehingga semua mahkluk mencapai kebuddhaan.
  4. Para Bodhisattva juga menerima ramalan pencapaian Kebuddhaan  (vyakarana) dari Buddha-Buddha terdahulu.


Perbedaan Bodhisattva dan Arahat
  • Bodhisattva dapat terlahir kembali karena ikrarnya, sedang arahat sudah mencapai nibana.
    Bodhisattva Sumedha bersujud dihadapan Dipankara Buddha
  • Bodhisattva belum tentu seorang brahmana(biksu) sedangkan arahat selalu ikut dalam membabarkan dhamma, Bodhisattva memiliki berbagai jalan lain untuk memupuk kebajikan.
  • Seorang Bodhisattva dapat melampaui para Sravaka dan Pratyekabuddha dalam hal berikut, ia mencapai Nirvana, namun ia keluar lagi darinya, inilah yang membedakannya dengan Para Sravaka (Arahat) dan Pratyekabuddha. hal ini juga dilalui oleh Buddha Sakyamuni dengan dahulunya beliau memakai nama Bodhisattva Sumedha.


Wednesday, October 17, 2018

Mad Monk Fengbo風波 (Bhiksu Jenaka癫僧)


Mad Monk Fengbo風波 (Bhiksu Jenaka)

Berikut adalah cerita Mad Monk Fengbo yang sering berpasangan dengan Bhiksu Ji Gong.

Menurut sejarah, Benedict Arnold ada  kanselir Cina yang menikah dengan iblis setan berlidah tajam. Mereka adalah Tuan dan Nyonya Qin Hui, pasangan yang paling dibenci dari Dinasti Song. Lebih dikenal sebagai Qin Hui dan lady wang istrinya, dua penjahat ini terkenal karena bersekongkol dengan penjajah asing melawan jenderal terbesar Tiongkok, Yue Fei yang gagah dan berhati singa.

Pada abad ke-12, Qin adalah seorang kanselir licik yang menginvestasikan otaknya dalam kelicikan. Taktik adu dombanya termasuk mencurangi lawan politik, menjilat kaisar, dan memanas-manasi para jendral.

Pada 1127 C.E., Cina diserang oleh suku tetangga yang disebut Jurchen. Jurchen menculik Tn. Qin, bersama dengan pejabat pengadilan dan kaisar lainnya. Sementara sandera lainnya tidak pernah pulang lagi, tapi Tn. Qin "secara ajaib melarikan diri" dan kembali ke ibukota tanpa cedera.

dibalik itu sebenarnya, Jurchen telah menyuap Qin dengan emas dan barang, dan hanya melepaskannya dengan satu syarat bahwa Tn.Qin bersedia membunuh Jendral Yue Fei, jenderal setia China yang tidak pernah kalah dalam pertempuran. Jika Yue Fei mati, tidak akan ada yang menghentikan Jurchen mengambil alih seluruh China, dan kaisar tidak akan punya pilihan selain mengibarkan bendera putih.

Jadi begitu dia tiba di rumah, Tuan Qin membujuk kaisar untuk memanggil Yue Fei kembali dari medan perang. Kemudian, Qin memenjarakannya dengan tuduhan palsu atas pengkhianatan tingkat tinggi. Bahkan setelah dua bulan penyiksaan, Jendral Yue Fei masih menolak untuk mengakui tuduhan itu. Sementara itu, publik, yang memuja Yue Fei, sangat marah dan mulai mengajukan petisi untuk pembebasannya. Tetapi tuan Qin Hui mendapat siasat dari Lady Wang untuk segera mengeksekusi Yue Fei, dengan menyelipkan perintah eksekusi dari Raja yang dimasukkan ke dalam kulit jeruk. Kemudian, Qins memberikan jeruk ke Hakim ketua, dan tak lama kemudian, Jendral Yue Fei yang hebat selesai.

Dengan eksekusi Yue Fei, Dinasti Song kehilangan pejuangnya yang paling berdedikasi dan garis pertahanannya runtuh. Para penyerbu Jurchen segera mengambil alih, dan Tuan dan Nyonya Qin lolos dari skandal mereka.

Dalam buku Shen Yun berjudul 瘋僧掃秦 “Menyapu Keluar Tirani” diceritakan sebelum rencana busuk Tuan dan Nyonya Qin sudah diperingkati oleh Biksu Fengbo dari Kuil Lingyin atau lebih dikenal dengan Mad Monk Fengbo yang sering berpasangan sebagai 500 arahat dengan Ji Gong.

Biksu gila dari Kuil Lingyin, sebenarnya seorang bijak dan seorang yang telah mencapai Louhan dia sedang menyamar.

Fengbo adalah seorang yang sangat aneh, dengan "sepuluh ketidak sempurnaan" dari kepala hingga ujung kaki. Si bungkuk berpayung dada ini memiliki hidung miring, senyuman masam, dan tatapan mata melintang dengan kefasikan. Setiap hari, dia akan mengolok-olok orang lain sambil mengoceh dalam teka-teki. Perbuatannya selalu aneh kadang menjadi seorang penyihir, lengkap dengan kekuatan sakti dan sapu ajaib.

Suatu hari Pasangan Qin kembali ke kuil Lingyin, mereka menerobos masuk ke Kuil Lingyin dan menuntut tanah kuil menjadi miliknya, beberapa kepala biksu tua menyambut mereka di dalam dengan kelembutan, tetapi Fengbo yang hidungnya mendeteksi bau busuk dari kejauhan tidak menunjukkan keramahan, dan mulai memukul Qin dengan sapunya. Sementara itu, Lady Wang Ny Qin sedang sibuk meramal nasib, Fengbo yang mengetahuinya segera meramalkan nasib  yang sangat buruk untuknya.

Merasa di kerjai oleh para biksu di kuil lingyin Tn. Dan Ny. Qin mencoba menghancurkan biara itu. Tapi Fengbo yang dianggap biksu gila tidak tingal diam. Biksu itu mengecam pasangan itu karena pembunuhan dan pengkhianatan melalui syair puisi, Fengbo berjalan sepanjang kuil, ke pasar dikeramaian Fengbo mulai kegilaannya dengan membaca puisi dengan lantunan nada keras menceritakan kejadian Jendral Yue Fei, Dan sejak saat itu, nasib Tuan & Ny. Qin merosot menjadi buruk.

Ketika sejarah mencatatnya, Tn.Qin meninggal karena mimpi buruk, dia mengunyah lidahnya sampai mati kehabisan darah. Nyonya Qin kemudian dihantui oleh mimpi suaminya di neraka. Dikatakan bahwa ketika di ranjang kematiannya, lidahnya membentang menjadi tiga inchi ekstra panjang yang mewakili semua kebohongan yang dia ceritakan.

Setelah kematian mereka, eksploitasi pasangan itu terungkap, dan sejak saat itu, Tuan dan Nyonya Qin telah dimasukkan ke daftar hitam China. Orang-orang Tionghoa telah sangat membenci Qins, mereka bahkan membuat patung-patung peringatan.

Sejak abad kedua belas, pasangan berbahaya itu telah berlutut di depan makam Yue Fei. Berbentuk patung, Peninggalan bersejarah patung telah diganti berkali-kali karena orang terus menendang, meludah, dan bahkan buang air kecil pada mereka.

Dule Temple , Tianjin City, dibangun di Tang Dynasty dan didedicated to the Goddess of Mercy, menjadi tempat Fengbo dipuja.

Wǔbǎi luóhàn 五百罗汉 (500 arahat)


Wǔbǎi luóhàn 五百罗汉 (500 arahat)




500 arahat adalah murid pertama dari pengikut Buddha Sakyamuni, banyak sejarah mencatatkan mereka adalah orang-orang bijak yang telah mencapai kesempurnaan, mereka tetap mengikuti Buddha Sakyamuni sampai sang Budha Parinibana, mereka keluar dan hanya ada 16 yang memiliki nama sangat erkenal di berbagai daerah, sejatinya ke 500 arahat adalah bentuk jamak dari banyaknya jumlah arahat yang ada.


Beberapa kisah klasik kuno disebutkan asal usul 500 arahat dalam bentuk cerita, antara lain cerita 500 angsa dan seorang pemburu, 500 kelelawar dalam batang kayu kering, dan 500 Perampok di gunung.





Berikut cerita 500 perampok digunung banyak diceritakan dikalangan rakyat india, dimana para Perampok ini bermuka seram mereka merajai pegunungan, sampai suatu hari raja india memerintahkan pasukannya untuk menangkap mereka, ke 500 Perampok ini semua tertangkap dan mata nya di cungkil, kemudian dilepaskan kehutan.

Mereka berlari kesana kesini kesakitan dan berteriak-teriak, sampai sang Buddha melihatnya dengan rasa iba sang Buddha mengembalikan mata mereka, mereka belajar menjadi murid yang patuh, Sejak itu, lima ratus perampok telah meninggalkan kejahatan dan mempromosikan yang baik, beralih ke pintu Buddha, dan melakukan transformasi kelahiran kembali, dan mereka telah mencapai hasil yang benar. Menjadi lima ratus arhat.

berikut beberapa vihara yang terdapat 500 arahat
500 Luohan Mountain in Shanghai Jinshanlin Temple
Vihara tanjung pinang bintan



Tuesday, October 16, 2018

Dipankara Buddha (Dīpaṃkara) / Ran Deng Fo / 燃燈古佛 / མར་མེ་མཛད།


Dipankara Buddha (Dīpaṃkara) / RanDeng GuFo / 燃燈古佛 / མར་མེ་མཛད།
Dīpaṃkara

Dipankara dalam bahasa sansekerta mempunyai makna "Burning Lamp" / "Lamp Bearer" yang mempunyai arti "Pelita Yang Menyala" / "Pembawa Pelita" Oleh karena itu Buddha Dipankara mempunyai makna "Buddha Pembawa Pelita" / "Buddha Pelita Yang Menyala".

Menurut legenda, Buddha Dipankara terlahir pada malam hari. Pada saat Beliau lahir, tubuh-Nya memancarkan sinar yang menerangi seisi ruangan menyebabkan satu ruangan penuh dengan cahaya yang terang benderang. Oleh karena itu, kedua orang tuanya menamakan-Nya Dipankara.

Pada kelahiran sebelumnya, Buddha Shakyamuni adalah pengikut yang sangat taat dari Buddha Dipankara. Dahulu, Shakyamuni Buddha pernah mempersembahkan setangkai bunga teratai yang mempunyai 5 kelopak kepada Buddha Dipankara. Menurut Sutra Sadharmapundarika, bunga teratai adalah suatu bunga yang sangat suci dalam ajaran Buddha dan merupakan simbol dari kemurnian dan keindahan dari ajaran Buddha. Lalu, bunga teratai dengan 5 helai kelopak adalah sesuatu yang sangat jarang ditemukan / dilihat dimana mana, merupakan bunga yang sangat langka. Buddha Dipankara demikian senangnya atas persembahan tersebut dan lalu bernubuat bahwa seorang Shakyamuni akan mencapai pencerahan sempurna setelah 91 kalpa dan akan menanggung nama Shakyamuni.


Buddha Dipankara diperhitungkan sebagai guru bagi Buddha Shakyamuni di dalam garis suksesi Shakyamuni mencapai pencerahan sempurna sebagai Buddha dan juga disebut sebagai "Buddha Masa Lampau". Ada banyak sekali kuil / vihara yang menahbiskan atau memberi penghormatan kepada "Para Buddha Dari Tiga Masa" yang diabadikan sebagai Dipankara Buddha (di sisi kiri), Shakyamuni Buddha (di tengah) dan Maitreya Buddha (di sisi kanan). Mereka disebut "Para Buddha Dari Tiga Masa" yang me-representasikan "Tiga Masa" yaitu "Masa Lampau, Masa Kini dan Masa Depan".

Dipankara Buddha secara umum digambarkan sebagai sosok Buddha yang sedang duduk, namun penggambarannya sebagai sosok Buddha yang sedang berdiri umum di Tiongkok, Thailand, dan Nepal. Dengan tangan kanan-Nya yang secara umum membentuk "Mudra Perlindungan" / "Abhaya Mudra" dan seringkali membentuknya dengan kedua tangan-Nya.

Dalam novel sanbao daren xiaxiyang, sebuah novel fiksi yang ditulis berdasarkan pelayaran Zhang He, disebutkan bahwa Dipankara adalah pemuka salah satu negeri Budhha, dalam novel Fengshen Ia diadopsi sebagau RanDeng DaoRen (kepala para dewa). Hari lahirnya diperingati pada tanggal 22 bulan 8 imlek. 




Sumber
https://zh.wikipedia.org/wiki/%E7%87%83%E7%81%AF%E4%BD%9B

Monday, October 15, 2018

Asal Usul Festival Duan Wu (Duan Wu Jie/ Peh Cun) atau Dragon Boat Festival


Asal Usul Festival Duan Wu (Duan Wu Jie/ Peh Cun)  atau Dragon Boat Festival

Setiap Tanggal 5 bulan 5 penanggalan kalender Imlek, Masyarakat Tionghoa dalam tradisinya selalu memperingati sebagai Hari Raya Duan Wu atau Duan Wu Jie [端午]. Hari Raya Duan Wu ini telah diperingati semenjak 2000 tahun yang lalu dan merupakan tradisi yang tak terpisahkan dalam kebudayaan Masyarakat Tionghoa.

Terdapat banyak sebutan untuk Festival  Duan Wu, diantaranya adalah  Wu Ri Jie [午日]Chong Wu Jie [重五]Wu Yue Jie [五月]Yu Lan Jie [兰节]Tian Zhong Jie [天中]dan Shi Ren Jie [诗人节]. Festival Peh Cun di kalangan Tionghoa Indonesia  dan dalam Bahasa Inggris sering disebut dengan  Dragon Boat Festival yaitu Festival Perahu Naga.

Terdapat banyak sekali versi mengenai asal usul tentang Festival Duan Wu, diantaranya adalah

Cerita tentang kematian Tokoh Patriot Qu Yuan [屈原],  
Cerita tentang Perdana Menteri Wu Zi Xu [伍子胥]  di Negara Chu yang Setia dengan Negaranya
Cerita tentang Anak yang berbakti Chao E [曹娥].

Tetapi versi yang paling berpengaruh dan paling banyak diceritakan adalah mengenai kematian Tokoh Patriot Negara Chu yang bernama Qu Yuan di zaman Chun Qiu Zhan Guo [春秋战国].

Menurut Buku Sejarah “Shi Ji []” biografi Qu Yuan ”Qu Yuan Jia Sheng Lie Zhuan [屈原贾生列传]”, Qu Yuan adalah seorang Menteri dan juga seorang Sastrawan Kerajaan Chu [楚国] pada zaman Chun Qiu [春秋]. Raja Chu saat itu adalah Chu Huai Wang [怀王].

Qu Yuan menganjurkan beberapa pandangan Politiknya seperti memperkuat Militer Kerajaan, Memperkuat Ekonomi Kerajaan, Menggunakan Orang-orang terpelajar dan bijak serta bersekutu dengan Kerajaan Qi untuk melawan Kerajaan Qin.

Tetapi anjuran-anjuran tersebut semuanya ditentang oleh kaum bangsawan, dimana para kaum bangsawan telah termakan oleh tak tik adu domba Kerajaan Qin. Qu Yuan kemudian diberhentikan dari Jabatan kementeriannya dan diusir keluar dari Ibukota Kerajaan Chu tersebut serta diasingkan ke daerah Yuan dan daerah Xiang.

Di Pengasingannya tersebut, Qu Yuan menuliskan beberapa karya Puisi yang  menunjukkan kekuatirannya kepada Negara dan Rakyatnya. Puisi-puisi yang sangat berpengaruh tersebut diantaranya adalah “Li Sau []”, Tian Wen []” dan “Jiu Ge [九歌]”.

Pada Tahun 278 Sebelum Masehi, Pasukan Militer Kerajaan Qin berhasil menguasai Ibukota Kerajaan Chu. Qu Yuan merasa sangat sedih, hatinya bagaikan ditusuk oleh ribuan pedang. Tapi Qu Yuan tetap saja tidak mau meninggalkan Negeri tercintanya ini sehingga pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Kalender Imlek, Qu Yuan menuliskan Karya Puisi terakhirnya yang berjudul “Huai Sha [怀沙]”

Qu Yuan Membacakan puisi terakhirnya ssambil mendayung perahunya ke tengah-tengah sungai Mi Luo, lalu dinyanyikan nya sajak-sajak ciptaannya yang telah dikenal rakyat sekitarnya, yang isinya mencurahkan rasa cinta tanah air dn rakyatnya. kemudian dengan memeluk sebuah batu besar, Qu Yuan melompat ke dalam Sungai “Mi Luo []”. Qu Yuan mengorbankan dirinya demi Kesetiaan dan kecintaannya terhadap negerinya, Negara Chu.

Karena Qu Yuan juga merupakan Sastrawan yang berjasa, maka Festival Duan Wu juga disebut dengan Shi Ren Jie [诗人节] yaitu hari Sastrawan  Puisi.

Mendengar tentang kematian Qu Yuan, Rakyat Kerajaan Chu berbondong-bondong menuju ke Sungai Mi Luo dengan tujuan untuk dapat menyelamatkan Mayat Qu Yuan agar tidak dimakan oleh ikan-ikan atau binatang sungai lainnya.

Banyak diantara mereka yang menggunakan Perahu berkepala naga  untuk mencari Mayat Qu Yuan yang diyakini akan mengapung, perahu perahu panjang berkepala naga digunakan untuk menakut-nakuti roh-roh air yang dipercaya telah menyembunyikan mayat Qu Yuan, perahu-perahu kepala naga inilah yang bakalnya menjadi sebuah cikal bakal festival Peh cun. Banyak pula Nelayan yang kemudian melemparkan nasi, telur ayam dan makanan lainnya ke dalam sungai agar Ikan, Udang dan binatang sungai lainnya tidak memakan mayatnya Qu Yuan.

Kemudian juga ada yang membungkus nasi-nasi tersebut dengan daun dan mengikatnya dengan benang berwarna sehingga dapat tengelam kedasar sungai dalam perkembangannya hingga kini menjadi makanan Bak Cang seperti yang kita kenal sekarang.

KEGIATAN DAN TRADISI YANG BERJALAN SAMPAI SEKARANG

Lomba Perahu Naga

Tradisi perlombaan perahu naga ini telah ada sejak Zaman Negara-negara berperang. Perlombaan ini masih ada sampai sekarang dan diselenggarakan setiap tahunnya baik di Tiongkok Daratan, Hong Kong, Taiwan maupun di Amerika Serikat dan di Indonesia. Bahkan ada perlombaan berskala internasional yang dihadiri oleh peserta-peserta dari manca negara, kebanyakan berasal dari Eropa ataupun Amerika Utara. Perahu naga ini biasanya didayung secara beregu sesuai panjang perahu tersebut.

Di Indonesia perlombaan perahu naga ini telah lama diperlombakan pada beberapa tempat pada beberapa kota atau daerah yang banyak dialiri sungai-sungai yang cukup besar seperti sungai Batanghari (Jambi), Siak (Pekanbaru), Musi (Palembang), Mahakam (Samarinda dan Tenggarong pada festival Erau), Kapuas (Pontianak), Barito (Banjarmasin), Cisadane (Tanggerang) atau di kepulauan yang mempunyai banyak selat seperti di Bau-Bau (Buton), Makasar, Kendari, Tanjung Pinang dan Batam (Riau) dan bahkan sampai ke Maluku (Bandaneira), Cilacap dan kepulauan Mentawai dll.

Bagi penduduk Jakarta, perayaan lomba perahu naga yang dirayakan pada pesta Peh Cun itu lebih dikenal melalui pesta perayaan Peh Cun di Tangerang yang diperlombakan pada sungai Cisadane yang cukup luas, dan sekarang menjadi bagian dari festival budaya Cisadane.

Makan bakcang dan kicang

Tradisi makan bakcang secara resmi dijadikan sebagai salah satu kegiatan dalam festival Peh Cun sejak Dinasti Jin. Sebelumnya, walaupun bakcang telah populer di Tiongkok, namun belum menjadi makanan simbolik festival ini. Bentuk bakcang sebenarnya juga bermacam-macam dan yang kita lihat sekarang hanya salah satu dari banyak bentuk dan jenis bakcang tadi. Di Taiwan, pada zaman Dinasti Ming akhir, bentuk bakcang yang dibawa oleh pendatang dari Fujian adalah bulat gepeng, agak lain dengan bentuk prisma segitiga yang kita lihat sekarang. Isi bakcang juga bermacam-macam dan bukan hanya daging. Ada yang isinya sayur-sayuran.

Sedangkan kicang atau tanpa isi (tawar), dimasak dengan air kapur yang terbuat dari pembakaran kulit kerang sehingga dinamakan kicang (Teochew) atau kicung (Hakka), sehingga kicang menjadi kenyal dan berwarna kekuning-kuningan. Kicung biasanya dimakan dengan gula pasir atau gula jawa.

Menggantungkan Rumput Ai dan Changpu

Peh Cun yang jatuh pada musim panas biasanya dianggap sebagai bulan-bulan yang banyak penyakitnya, sehingga rumah-rumah biasanya melakukan pembersihan, lalu menggantungkan rumput Ai (Hanzi: 艾草) dan changpu (Hanzi: 菖埔) di depan rumah untuk mengusir dan mencegah datangnya penyakit. Jadi, festival ini juga erat kaitannya dengan tradisi menjaga kesehatan di dalam masyarakat Tionghoa.

Mandi Tengah Hari

Tradisi ini cuma ada di kalangan masyarakat yang berasal dari Fujian (Hokkian, Hokchiu, Hakka), Guangdong (Teochiu, Kengchiu, Hakka) dan Taiwan. Mereka mengambil dan menyimpan air pada tengah hari festival Peh Cun ini, dipercaya dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit bila dengan mandi ataupun diminum setelah dimasak.

Menegakkan telur

Saat ini banyak dari kalangan masyarakat Tionghoa mengadakan semacam permainan di vihara atau pun tempat tempat umum untuk menegakkan telur mentah, sehingga terlihat seperti berdiri Fenomena ini dapat terjadi disebab­kan pada tanggal ini Matahari berada tepat di atas garis khatulistiwa, sehingga gaya gravitasi Bumi menjadi lemah.

 Itu sebabnya telur dapat berdiri di tanah. Fenomena telur dapat berdiri sendiri sesungguhnya pun dapat dipraktekkan pada saat terjadi gerhana Matahari dan Bulan, akibat gaya tarik dari Matahari dan Bulan yang meningkat.

Karena dukungan fenomena alam yang ada, maka memberdirikan telur pun turut menjadi bagian dari Festival Duan Wu Jie setiap tahunnya.

Sunday, September 23, 2018

Festival Weiya (Chinese: 尾牙)

Festival Weiya (Chinese: 尾牙)


Festival Weiya (Chinese: 尾牙) adalah sebuah perayaan untuk penghormatan kepada Tu Di Gong (Fude Zhengshen 福德正神) , festival weiya berlangsung pada tanggal 16 bulan ke-12 imlek, dimana setiap kelenteng merayakannya dengan mempersembahkan lilin, petasan, dan makanan (buah, ikan, ayam, dsb)

Festifal Weiya dipercaya oleh para pengusaha adalah limpahan berkah dari dewa bumi, yang senantiasa melindungi usaha dan perdaganan mereka, mereka percaya pada hari ini adalah saat terbaik untuk memberikan derma makanan kepada para pekerja, bahkan ditaiwan banyak para pengusaha, pemilik toko mentraktir para pegawai dengan berbagai makanan.

Festival Weiya di zaman modern telah mengambil peran lain dalam budaya dan masyarakat Taiwan. Ini bukan hanya upacara keagamaan, tetapi juga telah menjadi acara sosial di banyak perusahaan. Pengusaha akan memperlakukan karyawan mereka dengan perjamuan Weiya tradisional untuk menunjukkan rasa terima kasih mereka atas kerja keras karyawan mereka selama setahun terakhir. Ini adalah cara bagi majikan untuk berkomunikasi dengan karyawan mereka, jadi ini telah menjadi acara katering besar di banyak perusahaan. Banyak acara hiburan yang berbeda datang bersamaan dengan pesta Weiya. Banyak perusahaan besar akan menghabiskan banyak uang untuk memeberikan hadiah atau undian kepada para pegawai.

Makanan tradisional yang dibuat oleh keluarga Koah-pau (bahasa Tionghoa: ), roti gulung , berisi daging babi, bubuk kacang tanah, ketumbar dan acar Cina, dll. Popiah (Cina: ), lumpia tradisional China. Kedua hidangan umumnya dibuat  saat  Festival Weiya

Pantangan merayakan weiya untuk  pusat-pusat medis, apotek dan rumah duka tidak akan merayakan Weiya karena tidak pantas bagi bisnis semacam ini untuk mengharapkan bisnis yang lebih baik.

Festival La Ba Jie


Festival La Ba Jie 腊八節

Budha Sakyamuni

Festival ini berlangsung setiap bulan 12 imlek, pada saat itu musim dingin sedang berlangsung, disaat musim dingin adalah musim istirahat bagi para petani, dimana banyak festival yang berlangsung di saat itu.
Festival La Ba Jie untuk agama Budha menjadi sangat special untuk menghormati Budha Sakyamuni mencapai pencerahan.

Sembahyang La Ba-ji ini sudah ada sejak jaman purba tapi setelah jaman Dinasti Han barulah ditetapkan jatuh pada tanggal 8. Pada bulan ini ada kebiasaan orang membuat bubur yang disebut bubur la-ba atau. Bahan yang dipakai biasanya dari beras, ketan, kedelai , kacang hijau dicampur dengan buah-buahan kering seperti angco, goji berry, kismis, biji teratai. Di berbagai tempat biasanya disebut Laba Congee. Sekarang bahan mentah bubur ini sudah dikemas dalam satu katung dan tersedia di setiap supermarket dengan label Ba-bao zhou. Ada juga makanan yang terkenal selain Laba Congee yaitu Laba Garlic.


Kebiasaan membuat bubur ini ada yang mengatakan berasal dari kalangan Buddhis. Mereka membuat ini untuk memperingati Sakyamuni pada saat menderita kelaparan dan kehausan dalam perjalanan di negara bagian Bihar- India. Sakyamuni jatuh kelelahan di tepi sebuah sungai dan ditolong oleh seorang perempuan gembala yang memberinya rebusan makanan kering dicampur dengan buah-buahan liar yang ada ditempat itu. Setelah bersantap Sakyamuni segar kembali, ia lalu lanjutkan samadhinya di bawah pohon Bodhi hingga mencapai pencerahan dan menjadi Buddha.

Penganut Buddha menjadikan hari ini sebagai hari pencerahan. Setelah agama Buddha masuk Tiongkok, kebiasaan ini dicampuradukan dengan kebiasaan sembahyang La-ji pada akhir tahun. Pada hari itu disamping pembacaan kitab suci, para bikkhu membuat bubur yang dibagikan pada umat sekitar vihara dan kaum miskin yang datang.

Ada versi lain yang mengatakan bahwa kebiasaan membuat bubur la-ba adalah usaha untuk meningkatkan daya tahan tubuh dalam melawan penyakit. Dalam Xuanzhong ji, sebuah buku kuno yang kini telah hilang terdapat catatan tentang tiga putra Maharaja Zhuanxu yang meninggal muda berubah menjadi hantu pembawa penyakit yang khusus meneror anak-anak. Anak kecil yang terkena demam akibat ulah para hantu itu. Hantu takut pada benda yang berwarna merah, sebab itu para orang tua lalu membuat bubur kacang merah untuk menakuti hantu-hantu itu. Ini salah satu kisah asal mula bubur la-ba.


Yang paling popular adalah kisah yang dihubungkan dengan Zhu Yuan-zhang Kaisar pertama Dinasti Ming. Ketika masih kecil, karena keluarganya yang sangat miskin Zhu terpaksa bekerja menjadi gembala di rumah seorang tuan tanah. Majikan ini keras dan bengis, Tak jarang hanya karena kesalahan kecil Zhu dihajar babak belur. Suatu hari karena kerbau yang digembalakan jatuh keparit dan kakinya patah, setelah di hajar Zhu dimasukkan dalam gudang kosong tanpa diberi makan. Dalam keadaan kelaparan Zhu kecil berusaha berburu tikus untuk menangsel perut. Ia menemukan lobang tikus ketika dibongkar didalamnya ia menemukan berbagai biji-bijian dan buah-buahan kering. Dari bahan bahan itu Zhu membuat bubur, dan berkat bubur itu Zhu terselamatkan. Setelah menjadi kaisar, Zhu Yuanzhang, yang bosan akan segala hidangan mewah, suatu hari teringat masa kecilnya yang penuh derita, Ia lalu meminta juru-masak istana membuatkan bubur seperti yang pernah dinikmatinya ketika itu, lalu ia memanggil para menterinya untuk bersama-sama menikmati. Kebiasaan ini kemudian berlanjut dan menular kekalangan rakyat.


Kebenaran kisah ini masih menjadi pertanyaan mengingat dalam catatan sejarah Dinasti Song, di Kaifeng yang pada waktu itu jadi ibukota, sudah ada kebiasaan membagi bubur pada saat sembahyang la-ji. Dan yang lebih awal lagi ternyata di vihara-vihara pada jaman Tang sudah ada kebiasaan membuat bubur yang kemudian dibagikan pada penduduk miskin setiap bulan 12. Bubur itu disebut Bubur Buddha – Fo Zhou. Para bikkhu itu berkeliling mencari sedekah, dan memperoleh berbagai bahan makanan, semua itu dikumpulkan dan dimasak bersama-sama, dan jadilah bubur dengan bermacam-macam rasa didalamnya. Inilah yang kemudian dipercaya sebagai awal adanya bubur la-ba. Kebiasaan ini meluas di kalangan rakyat. Mereka membuat bubur untuk menjamu para sahabat dan handai taulannya untuk menjalain keakraban dan kerukunan. Para pejabat juga tidak ketinggalan hari itu mereka menyediakan bubur dalam jumlah besar, membuka tempat santap bersama sebagai wujud kepedulian pada masyarakat.