ADAT ISTIADAT TIONGHWA DALAM KLENTENG

Adat istiadat umat TRIDHARMA secara langsung menurun dari asalnya di Tiongkok, mulai dari tata cara sembahyang/Doa, norma-norma masyarakat, serta kebudayaan unik yang lainnya.

Secara spesifik di Indonesia ajaran ibadah/doa tidak lepas dari adat istiadat yang diajarkan langsung dari orang tua kepada para anak & cucunya,  ajaran inilah yang sampai sekarang ini menjadikan tidak seragam, tetapi justru hal ini lah yang mengajarkan umat TRIDHARMA memiliki toleransi yang paling tinggi, mereka mampu merangkum perbedaan tersebut menjadi yang lebih baik, dan saling melengkapi.

Banyak ragam adat istiadat, yang mungkin sekarang sudah luntur/pudar, adat istiadat kuno yang memiliki banyak makna sekarang sudah banyak yang ditinggalkan, mulai dari sudah tidak dapat lagi diterapkan di era modern ini, maupun banyak yang sudah tidak lagi mengerti arti adat tersebut.

Pada kesempatan ini kita mengajak pembaca, yang tentunya seiman untuk melestarikan adat istiadat tersebut dan tentunya melestarikannya, hingga peninggalan leluhur kita akan selalu dapat di ikuti oleh anak cucu kita kelak

adat istiadat yang ada dalam kelenteng yang utama adalah tata cara sembahyang, pernak pernik ritual doa, dan sebagainya.

         Secara garis besar upacara sembahyang yang senantiasa di laksanakan oleh umat TRIDHARMA :

Sembahyang Imlek ( meliputi seminggu sebelum imlek, satu hari sebelum imlek, dan  hari imlek),

Gwan xiao jie (Cap Go meh),

Hari Raya Cing Bing,

Hari Raya Twan wu(bak cang),

Hari Raya Tiong Tjiu,

Hari Raya Zhong yuan (sembahyang rebutan)

Hari Raya Tang Cik (ritual Ronde),

Sembahyang bulan tanggal 1 (ju i) dan tanggal 15 (se u), serta

upacara Sembahyang Hari ulang tahun/kebesaran para Shen ming, Bodhisattva, dan Buddha.